Senin, 23 Maret 2015

Fakta Sebagai Unsur dalam Penalaran Ilmiah

Penjelasan mengenai penalaran

A.  Berpikir dan Bernalar
Apa yang dimaksud dengan berpikir ?
Berpikir itu sendiri merupakan kegiatan mental yang berkaitan dengan pikiran kita sendiri. Pada saat kita berpikir maka terlintas gambaran-gambaran mengenai sesuatu hal yang tidak tampak secara nyata. Kegiatan ini tidak terkendali, terjadi dengan sendirinya, dan tanpa kita sadari. Sedangkan kegiatan berpikir dilakukan secara sadar, tersusun, dan bertujuan untuk sampai kepada suatu kesimpulan. Jenis kegiatan berpikir yang terakhir ini yang disebut dengan kegiatan bernalar.
Bernalar atau penalaran merupakan proses berpikir sistematik untuk memperoleh kesimpulan berupa pengetahuan. Kegiatan penalaran bersifat ilmiah atau tidak ilmiah. Dari proses penalaran dapat dibedakan sebagai penalaran induktif dan deduktif.

1. Penalaran induktif
Penalaran induktif adalah penalaran yang bertolak dari pertanyaan-pertanyaan yang khusus dan menghasilkan simpulan yang umum. Kesimpulan yang diperoleh tidak lebih khusus daripada pernyataan (premis).
Beberapa bentuk penalaran induktif adalah sebagai berikut :
a) Generalisasi ialah proses penalaran yang mengandalkan beberapa pernyataan yang mempunyai sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum. 
Contoh : 
Jika dipanaskan, besi memuai 
Jika dipanaskan, tembaga memuai
b) Analogi adalah cara penarikan penalaran secara membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang sama.Contoh : 
Ita adalah lulusan akademi perawatan
Ita dapat menjalankan tugasnya dengan baik
Tujuan penalaran secara analogi adalah:
@ Analogi dilakukan untuk meramalkan kesamaan
@ Analogi digunakan untuk mengungkap suatu kekeliruan 
@ Analogi digunakan untuk menyususn klasifikasi 
c) Hubungan Kausal/sebab-akibat adalah penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan. Dalam kehidupan sehari-hari, hubungan kausal sering ditemukan. 
Contoh : Ia kena penyakit kanker darah dan meninggal dunia
Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, tiga hubungan antarmasalah, yaitu sebagai berikut :
Sebab – akibat : hubungan yang berpola A menyebabkan B, C, D dan seterusnya. Jadi efek dari satu peristiwa yang dianggap penyebab kadang-kadang lebih dari satu. 
Akibat – sebab : dapat dilihat pada peristiwa seseorang yang pergi ke dokter, ke dokter merupakan akibat dan sakit merupakan sebab. 
Akibat – akibat : suatu penalaran yang menyiratkan penyebabnya. 
2/ Penalaran Deduktif 
Penalaran Deduktif adalah proses berpikir yang bertolak dari prinsip, hukum, putusan yang berlaku umum tentang suatu hal atau gejala atas prinsip umum tersebut ditarik kesimpulan tentang sesuatu yang khusus, yang merupakan bagian dari hal atau gejala diatas.

Penarikan simpulan secara dekduktif dapat dilakukan langsung atau tidak langsung.
a) Menarik simpulan secara langsung ; ditarik dari satu premis. 
Misalnya : 
Semua S adalah P (Premis)
Sebagian P adalah S (Simpulan)
Contoh : 
Semua ikan berdarah dingin (Premis) 
Sebagian yang berdarah dingin adalah ikan (Simpulan) 
b) Menarik simpulan secara tidak langsung ; dari dua premis akah dihasilkan sebuah simpulan. Premis pertama yang bersifat umum dan premis kedua bersifat khusus. 
 B) Penalaran dalam Penulisan
Suatu tulisan yang bersifat deduktif dibuka dengan pernyataan umum berupa kaidah, teori, atau pertanyaan umum lainnya. Yang kemudian dikembangkan dengan pernyataan-pernyataan yang bersifat khusus. Suatu tulisan yang berisfat induktif dimulai dengan rincian-rincian dan diakhiri dengan kesimpulan umum.
Urutan Logis (Kronologis) ; pengembangan dengan urutan kronologis biasanya dipergunakan dalam memaparkan sejarah, proses, asal-usul dan riwayat hidup.
Urutan Ruang (Spasial) ; digunakan untuk menyatakan tempat atau hubungan dengan ruang, urutan ini juga digabungkan dengan urutan waktu.
Urutan Waktu Penalaran ; berdasarkan alur penalaran paragraf dikembangan dalam urutan umum-khusus dan khusus-umum. Urutan umum-khusus dipergunakan dalam karya ilmiah.
Urutan Kepentingan ; suatu karangan dikembangkan dengan urutan berdasarkan kepentingan gagasan yang dikemukakan, pembicaraan dari hal penting sampai yang tidak penting.
C) Isi Penulisan
Karya ilmiah membahas fakta meskipun pembahasan memerlukan teori atau pendapat. Berikut hal-hal yang berkaitan dengan fakta :
Generalisasi dan spesifikasi
Klasifikasi
Perbandingan dan pertentangan
Hubungan sebab-akibat
Analogi
Ramalan
C) Fakta Sebagai Unsur Dasar Penalaran Ilmiah
Penalaran memerlukan fakta sebagai unsur dasarnya, karena itu agar dapat menalar dengan tepat perlu kita miliki pengetahuan tentang fakta yang berkaitan. Jumlah fakta tidak terbatas dan sifatnya beragam. Fakta saling berkaitan baik secara fungsional maupun dalam hubungan sebab-akibat. Kita dapat menggolongkan sejumlah fakta ke dalam bagian-bagian dengan jumlah anggota yang sama banyaknya, Proses seperti itu disebut pembagian.
Berikut proses pembagian :
Kalsifikasi ; membuat klasifikasi mengenai sejumlah fakta, berarti memasukan fakta-fakta ke dalam suatu hubungan logis berdasarkan suatu sistem. Dengan klasifikasi maka fakta dapat ditempatkan di dalam suatu sistem kelas sehingga dapat dikenali hubungannya secara horizontal dan vertikal ke samping serta ke atas dan ke bawah. Suatu klasifikasi dapat dikatakan berhenti apabila sudah sampai kepada individu yang tidak dapat diklasifikasikan lebih lanjut meskipun dapat dimasukkan kedalam suatu jenis individu. Contoh : “Dani adalah manusia” , tetapi tidak “Manusia adalah Dani” karena Dani adalah individu dan bersifat unik. Klasifikasi atau pengelompokan berbeda dengan pembagian. Pembagian lebih bersifat kuantitatif, tanpa suatu kriteria atau ciri penentu. Misalnya, seratus orang mahasiswa dibagi menjadi lima kelompok yang terdiri dari dua puluh orang. Ini merupakan pembagian. Tetapi jika pembagian itu didasarkan atas tinggi badan atau fakultasnya, maka pembagian itu merupakan klasifikasi, yaitu berdasarkan tinggi badan atau fakultas. Kelas dipecah berdasarkan ciri-ciri sebagai berikut : Jenis klasifikasi dan Persyaratan klasifikasi 
Analogi ; merupakan suatu proses penalaran untuk menarik kesimpulan tentang kebenaran suatu gejala khusus berdasarkan kebenaran suatu gejala khusus lain yang meiliki sifat-sifat penting.
Hubungan Sebab-Akibat ; penalaran dari sebab ke akibat dimulai dengan pengamatan sebab yang sudah diketahui. Lalu kemudian ditarik kesimpulan mengenai akibat yang ditimbulkan. 
D) Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif berdasarkan atas prinsip umum yang kemudian ditarik kesimpulan tentang sesuatu yang khusus yang merupakan bagian dari suatu gejala. Atau dengan kata lain penalaran deduktif bergerak dari sesuatu yang umum kepada yang khusus.

E) Silogisme
Merupakan bentuk penalaran deduktif yang formal, yang tidak sering kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Proses penalaran dimulai dari premis mayor melalui premis minor  sampai pada kesimpulan. Strukturnya tetap: premis mayor, premis minor, kesimpulan. Premis mayor berisi pernyataan umum. Premis  minor  berisi pernyataan  yang  lebih khusus  yang  merupakan  bagian premis mayor (term mayor). Silogisme selalu lebih khusus daripada premisnya.
Silogisme dapat dituliskan sebagai berikut :
Jika A=B dan B=C maka A=C
a/ Premis dan TermProposisi ialah kalimat logika yang merupakan pernyataan tentang hubungan antara dua atau beberapa hal yang dapat dinilai benar atau salah. Premis ialah pernyataan yang digunakan sebagai dasar penarikan kesimpulan. Term ialah suatu kata atau kelompok kata yang menempati fungsi subjek atau predikat.
b/ Macam-macam Proposisi
Proposisi digolongkan berdasarkan beberapa kriteria sebagai berikut :
Menurut bentuknya, dibedakan sebagai proposisi tunggal (proposisi yang berisi hanya satu pernyataan) dan proposisi majemuk (merupakan gabungan antara dua proposisi tunggal).
Menurut sifat dan pembenaran hubungan antara subjek dan predikat. 
Berdasarkan kuantitasnya 
Berdasarkan kualitas
c/ Distribusi Term
Term bersifat distributif atau non-distributif. Dikatakan distributif jika meliputi denotasinya dan dikatakan non-ditributif jika meliputi sebagian saja.
F) Entimem
Dalam entimem sama seperti silogisme hanya saja dalam entimem salah satu premisnya di hilangkan atau tidak diucapkan karena sudah sama-sama diketahui.

G) Salah Nalar
Kesalahan yang berhubungan dengan proses penalaran yang kita sebut salah nalar. Dalam hal ini mencakup dua jenis kesalahan menurut penyebabnya, yaitu kesalahan karena bahasa yang merupakan kesalahan informal dan kesalahan karena materi dan proses penalarannya yang merupakan kesalahan formal.
>> Kesalahan Informal 
Sebagai sarana penalaran terutama penalaran ilmiah bahasa mengandung banyak kelemahan. Kata-kata yang sering kali tidak tegas maknanya, sehingga dapat diartikan bermacam-macam. Yang termasuk ke dalam jenis kesalahan ini ialah :
Argumentum ad Hominem (argumentasi yang ditujukan kepada diri orang) ; kesalahan itu  terjadi bila seseorang  mengambil  keputusan  atau kesimpulan  tidak berdasarkan pada penalaran  melainkan  untuk  kepentingan  dirinya,  dengan mengemukakan alasan yang tidak logis sebenarnya. 
Kesalahan Aksidensi ; kesalahan  terjadi  akibat penerapan prinsip umum terhadap keadaan yang bersifat aksidental, yaitu suatu keadaan atau kondisi kebetulan yang tidak seharusnya.
Kesalahan Komposisi dan Divisi ; terjadi  jika  kita  menerapkan  predikat  individu  kepada kelompoknya.
>> Kesalahan Informal
Kesalahan InduktifKesalahan  induktif  terjadi  sehubungan  dengan  proses  induktif.  Kesalahan  ini mungkin merupakan kesalahan generalisasi, hubungan sebab akibat, dan analogi.- Generalisasi Terlalu Luas- Hubungan Sebab Akibat yang Tidak Memadai- Kesalahan Analogi
Kesalahan Deduktif- Kesalahan  premis mayor yang tidak dibatasi- Kesalahan term keempat- Kesalahan kesimpulan dari premis-premis negatif


Fakta Sebagai Unsur dalam Penalaran Ilmiah

Agar dapat menalar dengan tepat, perlu kita memiliki pengetahuan tentang fakta yang berhubungan. Jumlah fakta tak terbatas, sifatnya pun beraneka ragam. Oleh sebab itu, sebagai unsur dasar dalam penalaran ilmiah, kita harus mengetahui apa pengertian dari fakta.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), fakta memiliki definisi sebagai hal (keadaan atau peristiwa) yang merupakan kenyataan; sesuatu yang benar-benar ada atau terjadi. Selain itu, fakta juga merupakan pengamatan yang telah diverifikasi secara empiris (sesuai dengan bukti atau konsekuensi yang teramati oleh indera). Fakta bila dikumpulkan secara sistematis dengan beberapa sistem serta dilakukan secara sekuensial maka fakta tersebut mampu melahirkan sebuah ilmu. Sebagai kunci bahwa fakta tidak akan memiliki arti apa-apa tanpa sebuah teori dan fakta secara empiris dapat melahirkan sebuah teori baru.

Untuk memahami hubungan antara fakta-fakta yang sangat banyak itu, kita perlu mengenali fakta-fakta itu secara sendiri-sendiri. Ini berarti bahwa kita harus mengetahui ciri-cirinya dengan baik. Dengan begitu, kita dapat mengenali hubungan di antara fakta-fakta tersebut dengan melakukan penelitian.

Selain itu, kita dapat menggolong-golongkan sejumlah fakta ke dalam bagian-bagian dengan jumlah anggota yang sama banyaknya. Proses seperti itu disebut pembagian, namun pembagian di sini memiliki taraf yang lebih tinggi dan disebut klasifikasi.

1). Klasifikasi
Membuat klasifikasi mengenai sejumlah fakta, berarti memasukkan atau menempatkan fakta-fakta ke dalam suatu hubungan logis berdasarkan suatu sistem. Suatu klasifikasi akan berhenti, tidak dapat diteruskan lagi jika sudah sampai kepada individu yang tidak dapat merupakan spesies atau dengan kata lain jenis individu tidak dapat diklasifikasikan lebih lanjut meskipun dapat dimasukkan ke dalam suatu spesies. Contohnya, "Dani adalah manusia", tetapi tidak "Manusia adalah Dani" karena Dani adalah individu dan bersifat unik.

Perlu diingat bahwa klasifikasi atau penggolongan (pengelompokkan) berbeda dengan pembagian. Pembagian lebih bersifat kuantitatif, tanpa suatu kriteria atau ciri penentu. Tetapi klasifikasi didasarkan terhadap ciri-ciri atau kriteria yang ada dari fakta-fakta yang diteliti.

2). Jenis Klasifikasi
Klasifikasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
  • Klasifikasi sederhana, suatu kelas hanya mempunyai dua kelas bawahan yang berciri positif dan negatif. Klasifikasi seperti itu disebut juga klasifikasi dikotomis (dichotomous classification dichotomy).
  • Klasifikasi kompleks, suatu kelas mencakup lebih dari dua kelas bawahan. Dalam klasifikasi ini tidak boleh ada ciri negatif; artinya, suatu kelas tidak dikelompokkan berdasarkan ada tidaknya suatu ciri.

3). Persyaratan Klasifikasi
Klasifikasi harus dilakukan dengan memperhatikan beberapa persyaratan:
  • Prinsipnya harus jelas. Prinsip ini merupakan dasar atau patokan untuk membuat klasifikasi, berupa ciri yang menonjol yang dapat mencakup semua fakta atau benda (gejala) yang diklasifikasikan.
  • Klasifikasi harus logic dan ajek (konsisten). Artinya, prinsip-prinsip itu harus diterapkan secara menyeluruh kepada kelas bawahannya.
  • Klasifikasi harus bersikap lengkap, menyeluruh. Artinya, dasar pengelompokkan yang dipergunakan harus dikenakan kepada semua anggota kelompok tanpa kecuali.

Selain itu dalam aspek fakta agar dapat membuat kesimpulan yang sah tentang sifat golongan tertentu yang berdasarkan satu atau beberapa yang diamati, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah mengenai klasifikasi – yang sudah dijelaskan sebelumnya –, generalisasi dan spesifikasi, analogi, dan hubungan sebab-akibat.

1). Generalisasi dan Spesifikasi, Dari sejumlah fakta atau gejala yang diamati ditarik kesimpulan umum tentang sebagian atau seluruh gejala yang diamati itu. Proses penarikan kesimpulan yang dilakukan dengan cara itu disebut generalisasi. Jadi, generalisasi adalah pernyataan yang berlaku umum untuk semua atau sebagian besar gejala yang diamati. Karena itu suatu generalisasi mencakup ciri-ciri esensial atau yang menonjol, bukan rincian. Di dalam pengembangan karangan, generalisasi perlu dibuktikan dengan fakta yang merupakan spesifikasi atau ciri khusus sebagai penjelasan lebih lanjut.

Ungkapan yang biasa digunakan dalam generalisasi adalah: biasanya, pada umumnya, sebagian besar, semua, setiap, tidak pernah, dan sebagainya. Dan ungkapan yang digunakan dalam penunjang generalisasi adalah: misalnya, sebagai contoh, untuk menjelaskan hal itu, sebagai bukti, dan sebagainya.

Fakta-fakta penunjang harus relevan dengan generalisasi yang dikemukakan. Suatu paragraf dalam tulisan yang mencamtumkan penunjang yang tidak relevan dipandang tidak logis. Dan generalisasi mungkin mengemukakan fakta (disebut generalisasi faktual) atau pendapat (opini).

2). Analogi, persamaan antar bentuk yang menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain atau membandingkan sesuatu dengan lainnya berdasarkan atas persamaan yang terdapat di antara keduanya.

Analogi terdiri dari dua macam, pertama analogi penjelas (deklaratif) yaitu perbandingan untuk menjelaskan sesuatu yang baru berdasarkan persamaannya dengan sesuatu yang telah dikenal, tetapi hasilnya tidak memberikan kesimpulan atau pengetahuan yang baru, kedua analogi induktif yaitu suatu proses penalaran untuk menarik kesimpulan (referensi) tentang kebenaran suatu gejala khusus berdasarkan kebenaran suatu gejala khusus lain yang memiliki sifat-sifat esensial penting yang bersamaan. Jadi, dalam analogi induktif yang perlu diperhatikan adalah persamaan yang dipakai merupakan ciri-ciri esensial penting yang berhubungan erat dengan kesimpulan yang dikemukakan.

3). Hubungan Sebab Akibat, hubungan ketergantungan antara gejala-gejala yang mengikuti pola sebab-akibat, akibat-sebab, dan akibat-akibat.
  • Penalaran sebab-akibat dimulai dengan pengamatan terhadap suatu sebab yang diketahui.
  • Penalaran akibat-sebab dimulai dari suatu akibat yang diketahui.
  • Penalaran akibat-akibat berpangkal dari suatu akibat dan berdasarkan akibat tersebut dan langsung dipikirkan akibat lain tanpa memikirkan sebab umum yang menimbulkan kedua akibat itu.
B. Salah Nalar

Kesalahan yang berhubungan dengan proses penalaran disebut sebagai salah nalar. Ada dua jenis kesalahan menurut penyebabnya, yaitu kesalahan karena bahasa yang merupakan kesalahan informal dan kesalahan karena materi dan proses penalarannya yang merupakan kesalahan formal.

a). Kesalahan Informal

Kesalahan informal biasanya dikelompokkan sebagai kesalahan relevansi. Kesalahan ini terjadi apabila premis-premis tidak mempunyai hubungan logis dengan kesimpulan. Yang termasuk ke dalam jenis kesalahan ini adalah:
  • Argumentum ad Hominem, kesalahan itu berarti "argumentasi ditujukan kepada diri orang". Artinya, kesalahan itu terjadi bila seseorang mengambil keputusan atau kesimpulan tidak berdasarkan penalaran melainkan untuk kepentingan dirinya, dengan mengemukakan alasan yang tidak logis.
  • Argumentum ad Baculum, kesalahan yang terjadi apabila suatu keputusan diterima atau ditolak karena adanya ancaman hukuman atau tindak kekerasan.
  • Argumentum ad Verucundiam atau Argumentum Adictoritatis, kesalahan yang terjadi apabila seseorang menerima pendapat atau keputusan dengan alasan penalaran melainkan karena yang menyatukan pendapat atau keputusan itu adalah yang memiliki kekuasaan.
  • Argumentum ad Populum, kesalahan itu berarti "argumentasi ditujukan kepada rakyat". Artinya, argumentasi yang dikemukakan tidak mementingkan kelogisan; yang penting agar orang banyak tergugah. Hal ini sering dilakukan dalam propaganda.
  • Argumentum ad Misericordiam, argumentasi dikemukakan untuk membangkitkan belas kasihan.
  • Kesalahan Non-Causa Pro-Causa, kesalahan ini terjadi jika seseorang mengemukakan suatu sebab yang sebenarnya merupakan sebab atau bukan sebab yang lengkap.
  • Kesalahan Aksidensi, kesalahan terjadi akibat penerapan prinsip umum terhadap keadaan yang bersifat aksidental, yaitu suatu keadaan atau kondisi kebetulan, yang tidak seharusnya, atau mutlak yang tidak cocok.
  • Petitio Principii, kesalahan ini terjadi jika argumen yang diberikan telah tercantum di dalam premisnya. Kadang-kadang petitio principii ini berwujud sebagai argumentasi berlingkar: A disebabkan B, B disebabkan C, C disebabkan D, D dan D disebabkan A.
  • Kesalahan Komposisi dan Divisi, kesalahan komposisi terjadi jika menerapkan predikat individu kepada kelompoknya sementara kesalahan divisi terjadi jika predikat yang benar bagi kelompok dikenakan kepada individu anggotanya.
  • Kesalahan karena Pertanyaan yang Kompleks, pertanyaan yang dimaksud ini bukan dinyatakan dengan kalimat kompleks saja, namun yang dapat menimbulkan banyak jawaban.
  • Non Secuitur (Kesalahan Konsekuen), kesalahan ini terjadi jika dalam suatu proposisi kondisional terjadi pertukaran anteseden dan konsekuen.
  • Ignoratio Elenchi, kesalahan ini sama atau sejenis dengan argumentum ad Hominemad Verucundiamad Baculum, dan ad Populum yaitu tidak ada relevansi antara premis dan kesimpulannya.

b). Kesalahan Formal

Kesalahan ini berhubungan erat dengan materi dan proses penarikan kesimpulan baik deduktif maupun induktif.
1). Kesalahan Induktif
Kesalahan induktif terjadi sehubungan dengan proses induktif. Kesalahan ini terjadi karena:
  • Generalisasi yang terlalu luas.
  • Hubungan sebab akibat yang tidak memadai.
  • Kesalahan analogi. Kesalahan ini terjadi bila dasar analogi induktif yang dipakai tidak merupakan ciri esensial kesimpulan yang ditarik.

2). Kesalahan Deduktif
  • Dalam cara berpikir deduktif kesalahan yang biasa terjadi adalah kesalahan premis mayor yang tidak dibatasi.
  • Kesalahan term keempat. Dalam hal ini term tengah dalam premis minor tidak merupakan bagian dari term mayor pada premis mayor atau memang tidak ada hubungan antara kedua pernyataan.
  • Kesimpulan terlalu luas atau kesimpulan lebih luas dari pada premisnya.
  • Kesalahan kesimpulan dari premis-premis negatif.




Sumber :
  •  http://dwikartikasari-18211665.blogspot.com/2014/03/teori-teori-yang-berkaitan-dengan.html
  •  http://zuwaily.blogspot.com/2012/10/fakta-sebagai-unsur-dalam-penalaran.html#.VRAGqPmUeSp

Tidak ada komentar:

Posting Komentar